PENALARAN, SILOGISME DAN ENTIMEN
A.
Definisi Penalaran
Menurut Glass dan Holyoak (Jacob, 1997, h. 29) bahwa
penalaran meliputi berbagai simpulan pengetahuan mutahir dan keyakinan.
Penalaran, pengambilan keputusan dan pemecahan masalah merupakan proses
kognitif yang saling berhubungan. Pengambilan keputusan meliputi usaha untuk
mencapai setiap variasi dari berbagai tipe tujuan. Dengan demikian, penalaran
jelas meliputi pengambilan keputusan, sedangkan penalaran dan pengambilan
keputusan diperlukan untuk menyelesaikan masalah. Sehingga, pengambilan
keputusan berarti menaksir dan memilih di antara beberapa alternatif yang
tersedia.
Penalaran adalah bentuk khusus dari berpikir dalam
upaya pengambilan inferensi dan konklusi yang digambarkan oleh premis. Setiap
penalaran adalah berpikir, tetapi tidak semua berpikir adalah penalaran.
Penalaran merupakan suatu corak atau cara seseorang
mengunakan nalarnya dalam menarik kesimpulan sebelum akhirnya orang tersebut
berpendapat dan mengemukakannya kepada orang lain.
Kegiatan penalaran dapat bersifat ilmiah dan non
ilmiah. Dari prosesnya, penalaran dapat dibedakan sebagai penalaran
induktif dan deduktif.
1. Penalaran
Induktif
Penalaran
induktif adalah proses penalaran untuk menarik kesimpulan berupa prinsip atau
sikap yang berlaku umum berdasarkan atas fakta-fakta yang bersifat khusus.
2. Penalaran Deduktif
Penalaran deduktif adalah proses
penalaran untuk menarik kesimpulan berupa prinsip atau sikap
yang berlaku khusus berdasarkan atas
fakta-fakta yang bersifat
umum.
B.
Proposisi
Suatu proses berfikir yang berusaha menghubungkan
fakta yang diketahui menuju ke pada suatu kesimpulan. Proposisi dapat dibatasi sebagai pernyataan yang dapat
dibuktikan kebenarannya atau dapat ditolak karena kesalahan
yang terkandung di dalamnya.
Logika proposisi adalah logika yang didasarkan pada
proposisi. Sebuah proposisi adalah sebuah pernyataan yang memiliki nilai
kebenaran True atau False, tapi tidak keduanya. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa nilai kebenaran (truth value) dari suatu proposisi adalah True (T) atau
False (F)
C.
Implikasi
Implikasi merupakan pernyataan majemuk yang
terbentuk dengan merangkai pernyataan tunggal dengan rangkaian “jika terjadi
sesuatu (alasan) maka terjadi sesuatu (kesimpulan)” dalan konteks ini sesuatu
dapat diartikan bebagai hal sesuai dengan semesta pembicaraan. Kebenaran
logisnya dapat ditinjau dari kesimpulan yang benar akan tetapi apabila alasan
dan kesimpulannya salah, impilkasi tersebut benar. (Rinakdi Munir, 2008).
Implikasi telah dijelaskan bahwa pernyataan majemuk
yang terdiri dari pernyataan tunggal sebagai alasan dan pernyataan tunggal
sebagai kesimpulannya.
D.
Inferensi
(infere)
Menarik
kesimpulan atau proses untuk menghasilkan informasi dari fakta yang diketahui.
Semua
fakta yang ada, yang dihubung-hubungkan untuk membuktikan adanya sesuatu.
E.
Evidensi
Merupakan
hasil pengukuan dan pengamatan fisik yang digunakan untuk memahami suatau
fenomena.
Wujud
Evidensi
evidensi
berbentuk data & informasi (keterangan yang diproleh dari sumber tertentu).
F.
Model
Silogisme
Penalaran silogistk (silogisme). Silogisme
(syllogism dilafalkan “sill-owe-jizzum”) memuat dua premis, atau pernyataan
yang harus kita asumsikan benar, ditambah suatu konklusi. Silogisme meliputi
kuantitas, sehingga menggunakan kata-kata; semua, untuk setiap, ada, tak
satupun, atau istilah-istilah sinonim lainnya. Dalam penalaran kondisional,
pernyataan sering dinyatakan dengan huruf-huruf p dan q. Sedangkan, dalam
silogisme menggunakan simbol-simbol tradisional A, B, dan C.
Contoh
1: Premis 1 : Ada A adalah B.
Premis 2 : Ada B adalah C.
Konklusi : Ada A adalah C.
Apabila kita ajukan pertanyaan untuk menyatakan
apakah konklusi itu benar atau salah, maka mungkin kita akan berpikir sejenak,
untuk menentukan “contoh nyata” manakah yang dapat menggantikan A, B, dan C
sedemikian sehingga 3 konklusi itu menjadi benar. Perlu diingat bahwa, konklusi
dari suatu silogisme hanya benar saja atau salah saja, namun kadang-kadang bisa
saja tidak dapat mengatakannya benar atau salah. Dengan demikian, untuk Contoh
1 kita tidak dapat mengatakan benar atau salah.
Silogisme
Negatif
Ciri silogisme negatif yaitu ada kata bukan atau
tidak
Contoh:
PU :
Siswa yang baik selalu mengerjakan pekerjaan rumah
PK :
Dadang Bukan Siswa yang baik
S :
Dadang tidak mengerjakan pekerjaan rumah
Silogisme
Hipotesis
Silogisme hipotetis adalah silogisme yang memiliki
premis mayor berupa proposisi hipotetis (jika), sementara premis minor dan
kesimpulannya berupa proposisi kategoris.
Contoh:
PU :
Jika hari ini tidak hujan, saya datang ke rumahmu
PK : Hari ini hujan
S :
Saya tidak datang ke rumahmu
Silogisme
Alternatif
Silogisme alternatif adalah silogisme yang terdiri
atas premis mayor berupa proposisi alternatif. Proposisi alternatif yaitu bila
premis minornya membenarkan salah satu alternatifnya. Kesimpulannya akan
menolak alternatif yang lain.
Contoh
PU : Bams berada di Bandung atau Cirebon
PU : Bams berada di Bandung atau Cirebon
PK : Bams
berada di Amerika
K : Bams tidak berada di Cirebon
G.
Entimen
Suatu silogisme yang tidak mempunyai premis mayor
karena premis mayor itu sudah diketahui secara umum, yang dikemukakan hanya
premis minor dan simpulan.
Rumus:
C=B karena C=A
Contoh
PU:
Semua siswa SMAN 1 Indramayu masuk di universitas favorit yang mereka impikan. (Semua A=B)
PK: Boim Siswa SMAN 1 Indramayu
(C=A)
K
: Boim masuk universitas favorit (C=B)
Bentuk
Entimennya:
Boim
masuk universitas favorit yang ia impikan karena ia siswa SMAN 1 Indramayu. (C=B Karena C=A)
REFERENSI
LOGIKA INFORMAL: PENGEMBANGAN PENALARAN
LOGIS C. Jacob
Email:
cjacob@upi.edu
Jurusan
Pendidikan Matematika FPMIPA UPI
Jl.
DR. Setiabudhi 229, Bandung 40154
VARIASI MODEL SILOGISME UNTUK
PENGAMBILAN KESIMPULAN DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SEKOLAH DASAR
Elly’s
Mersina Mursidik Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Ilmu
Pendidikan IKIP PGRI Madiun
0 komentar:
Posting Komentar