TUGAS
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
“KEMANDIRIAN
PANGAN“
SEBAGAI
UPAYA MENINGKATKAN KETAHANAN NASIONAL
Disusun
oleh:
Tri
Yuni R / 17212466
Semester
4
2EA02
UNIVERSITAS
GUNADARMA
FAKULTAS EKONOMI
MANAJEMEN S1
ATA 2014/2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas
rahmat dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini ditulis untuk memenuhi tugas Mata Kuliah
Softskill Pendidikan Kewarganegaraan. Ucapan terima kasih juga saya ucapkan
kepada semua pihak yang telah membantu penulisan makalah ini terutama kedua
orang tua saya atas doa dan motivasi yang diberikannya.
Saya berharap dengan ditulisnya makalah ini dapat bermanfaat
bagi pembaca dan dapat menjadi perangsang untuk meningkatkan “Ketahanan
Nasional dalam Kemandirian Pangan” saya menyadari bahwa dalam penulisan makalah
ini masih jauh dari yang diharapkan. Untuk itu kritik dan saran yang membangun
sangat saya harapkan.
Penulis,
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pangan adalah kebutuhan dasar manusia yang harus
dipenuhi oleh pemerintah dan masyarakat secara bersama-sama seperti yang tertuang
dalam Undang Undang Nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan. Dalam Undang-Undang tersebut disebutkan Pemerintah
menyelenggarakan pengaturan, pembinaan, pengendalian dan pengawasan, sementara
masyarakat menyelenggarakan proses produksi dan penyediaan, perdagangan,
distribusi serta berperan sebagai konsumen yang berhak memperoleh pangan yang
cukup dalam jumlah dan mutu, aman, bergizi, beragam, merata, dan terjangkau
oleh daya beli mereka. Untuk memenuhi kebutuhan pangan saat ini, Indonesia
dinilai masih belum berorientasikan pada produksi untuk mendukung ketersediaan
pangan, sehingga banyak komoditas pangan yang masih diimport untuk mencukupi
kebutuhannya. Bahkan Bahan Makanan Pokok saja seperti Beras
Indonesia masih Import dari Vietnam, banyak sekali dan hamper seluruh pangan yang
dibutuhkan Masyarakat
berasal ari Import. Disinilah bahwa terbukti Negara kita belum
menjadi Negara yang Mandiri.
Dalam
era globalisasi, masalah pangan di negara lain memiliki pengaruh kuat terhadap
situasi pangan dalam negeri. Dihadapkan pada keadaan tersebut dan karakteristik
pangan dalam negeri, maka masalah pangan merupakan masalah yang sangat komplek,
bersifat multi-disiplin dan lintas-sektoral. Oleh karena itu pemecahan
permasalahan pangan dan gizi tidak dapat hanya didekati dan dipecahkan secara partial
approach, tetapi perlu pendekatan lintas-sektoral serta integrated
dan comprehensive approach yang menuntut koordinasi, integrasi, dan
sinkronisasi yang efektif melalui perencanaan. dan ini merupakan salah satu
tugas Pemerintah.
Kebijaksanaan
pangan sebagai bagian dari kebijaksanaan nasional meliputi berbagai aspek
seperti Aspek terjaminnya penyediaan pangan secara nasional food
availability, khususnya melalui produksi komoditi pangan di dalam
negeri dan impor apabila diperlukan.
Aspek terjaminnya ketahanan pangan food
security yang mampu mengatasi gejolak ketidakpastian faktor alam maupun
pengaruh dari luar negeri serta menjamin kestabilan harga yang wajar bagi
kepentingan produsen dan konsumen. Aspek terjaminnya akses rumah tangga
terhadap kebutuhan pangan food accesibility sesuai dengan daya
beli, sehingga terjamin keamanan pangan pada tingkat rumah tangga. untuk itu
pangan harus tersedia secara merata di seluruh pelosok tanah air dengan harga
yang terjangkau. Aspek terjaminnya mutu makanan dengan gizi seimbang food
quality, melalui diversifikasi baik di bidang produksi, pengolahan
maupun distribusinya sampai ke masyarakat. Tercapainya penyediaan pangan yang
aman food safety bagi masyarakat yang terhindar dari bahan-bahan
yang merugikan kesehatan.
Sebagai
suatu negara kepulauan yang berpenduduk besar dengan keragaman tingkat
pembangunan dan pola pangan, maka peranan pemerintah untuk menjamin ketahanan
pangan food security bagi masyarakat sangat besar dan hal itu
tidak dapat sepenuhnya bersandar pada mekanisme pasar bebas. sehubungan dengan
hal tersebut, diperlukan suatu kebijaksanaan pemerintah yang disesuaikan dengan
kondisi objektif dan bila perlu dapat dilakukan campur tangan langsung untuk
menjamin tercapainya penyediaan pangan secara cukup dan terjangkau daya beli
masyarakat food stability.
1.2 Identifikasi Masalah
Identifikasi
masalah kali ini adalah bagaimana Indonesia sebagai Negara yang Kaya dengan
berbagai sumber daya dan Energi yang terkandung didalamnya menjadi Negara yang Mandiri dengan
ketahanan Pangannya Tanpa harus mengimport dari luar Negri.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas maka dapat diajukan beberapa rumusan masalah, antara
lain :
1.
Apa
yang dimaksud dengan ketahanan pangan?
2.
Bagaimana
tujuan dari pembangunan ketahanan pangan?
3.
Bagaimana
strategi dalam upaya pembangunan ketahanan pangan?
4.
Apa
saja sub sistem ketahanan pangan?
5. Aspek-aspek
apa saja yang berkaitan dengan permasalahan dan tantangan yang dihadapi oleh
pemerintah dalam mencapai ketahanan pangan?
6.
Bagaimana
program dalam upaya ketahanan pangan?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan yang diperoleh dari rumusan masalah tersebut
adalah :
1. Untuk mengetahui pengertian dari
ketahanan pangan
2. Untuk mengetahui tujuan dari
pembangunan ketahanan pangan
3. Untuk mengetahui strategi dalam
upaya pembangunan ketahanan pangan
4. Untuk mengetahui sub sistem
ketahanan pangan
5. Untuk mengetahui aspek-aspek yang
berkaitan dengan permasalahan dan tantangan yang dihadapi oleh pemerintah dalam
mencapai ketahanan pangan
6. Untuk mengetahui program dalam upaya
ketahanan pangan.
1.4 Manfaat
Manfaat yang dapat kita petik dari makalah ini adalah kita
dapat mengetahui tentang ketahanan pangan yang ada di Indonesia sehingga dengan
adanya ketahanan pangan ini, masyarakat dapat lebih memahami hal-hal apa yang
perlu di perhatikan dalam ketahanan pangan mereka.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Ketahanan Pangan
Definisi dan paradigma ketahanan pangan terus mengalami
perkembangan sejak adanya Conference of Food and Agriculture tahum 1943 Definisi
ketahanan pangan sangat bervariasi, namun umumnya mengacu definisi dari Bank
Dunia (1986) dan Maxwell dan Frankenberger (1992) yakni “akses semua orang
setiap saat pada pangan yang cukup untuk hidup sehat (secure access at all
times to sufficient food for a healthy life). Studi pustaka yang dilakukan oleh
IFPRI (1999) diperkirakan terdapat 200 definisi dan 450 indikator tentang
ketahanan pangan (Weingärtner, 2000). Berikut disajikan beberapa definisi
ketahanan yang sering diacu :
1.
Undang-Undang
Pangan No.7 Tahun 1996: kondisi terpenuhinya kebutuhan pangan bagi rumah tangga
yang tercermin dari tersedianya pangan secara cukup, baik dari jumlah maupun
mutunya, aman, merata dan terjangkau.
2.
USAID
(1992: kondisi ketika semua orang pada setiap saat mempunyai akses secara fisik
dan ekonomi untuk memperoleh kebutuhan konsumsinya untuk hidup sehat dan
produktif.
3.
FAO
(1997) : situasi dimana semua rumah tangga mempunyai akses baik fisik maupun
ekonomi untuk memperoleh pangan bagi seluruh anggota keluarganya, dimana rumah
tangga tidak beresiko mengalami kehilangan kedua akses tersebut.
4.
FIVIMS
2005: kondisi ketika semua orang pada segala waktu secara fisik, social dan
ekonomi memiliki akses pada pangan yang cukup, aman dan bergizi untuk pemenuhan
kebutuhan konsumsi dan sesuai dengan seleranya (food preferences) demi
kehidupan yang aktif dan sehat.
5.
Mercy
Corps (2007) : keadaan ketika semua orang pada setiap saat mempunyai akses
fisik, sosial, dan ekonomi terhadap terhadap kecukupan pangan, aman dan bergizi
untuk kebutuhan gizi sesuai dengan seleranya untuk hidup produktif dan sehat.
Berdasarkan definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa
ketahanan pangan memiliki 5 unsur yang harus dipenuhi :
a. Berorientasi pada rumah tangga dan individu.
b. Dimensi watu setiap saat pangan
tersedia dan dapat diakses.
c. Menekankan pada akses pangan rumah
tangga dan individu, baik fisik, ekonomi dan social.
d. Berorientasi pada pemenuhan gizi.
e. Ditujukan untuk hidup sehat dan
produktif.
Di Indonesia sesuai dengan Undang-undang No. 7 Tahun 1996,
pengertian ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah
tangga yang tercermin dari: (1) tersedianya pangan secara cukup, baik dalam
jumlah maupun mutunya; (2) aman; (3) merata; dan (4) terjangkau. Dengan
pengertian tersebut, mewujudkan ketahanan pangan dapat lebih dipahami sebagai
berikut:
1) Terpenuhinya pangan dengan kondisi ketersediaan yang cukup,
diartikan ketersediaan pangan dalam arti luas, mencakup pangan yang berasal
dari tanaman, ternak, dan ikan untuk memenuhi kebutuhan atas karbohidrat,
protein, lemak, vitamin dan mineral serta turunannya, yang bermanfaat bagi
pertumbuhan kesehatan manusia.
2) Terpenuhinya pangan dengan kondisi
yang aman, diartikan bebas dari cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang
dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia, serta aman
dari kaidah agama.
3) Terpenuhinya pangan dengan kondisi
yang merata, diartikan pangan yang harus tersedia setiap saat dan merata di
seluruh tanah air.
4) Terpenuhinya pangan dengan kondisi
terjangkau, diartikan pangan mudah diperoleh rumah tangga dengan harga yang
terjangkau.
2.2
Tujuan Pembangunan Ketahanan Pangan
Tujuan pembangunan ketahanan pangan adalah mencapai
ketahanan dalam bidang pangan dalam kondisi terpenuhinya pangan bagi setiap
rumah tangga dari produksi pangan nasional yang tercermin dari tersedianya
pangan yang cukup, jumlah dan mutu, aman, merata dan terjangkau seperti
diamanatkan dalam UU pangan.
2.3 Strategi dalam Upaya Pembangunan
Ketahanan Pangan
Strategi yang dikembangkan dalam upaya pembangunan ketahanan
pangan adalah sebagai berikut :
a. Peningkatan kapasitas
produksi pangan nasional secara berkelanjutan (minimum setara dengan laju
pertumbuhan penduduk) melalui intensifikasi, ekstensifikasi dan diversifikasi.
b. Revitalisasi industri hulu produksi pangan
(benih, pupuk, pestisida dan alat dan mesin pertanian).
c. Revitalisasi Industri
Pasca Panen dan Pengolahan Pangan.
d. Revitalisasi dan
restrukturisasi kelembagaan pangan yang ada ; koperasi, UKM dan lumbung desa.
e. Pengembangan kebijakan
yang kondusif untuk terciptanya kemandirian pangan yang melindungi pelaku
bisnis pangan dari hulu hingga hilir meliput penerapan technical barrier for
Trade (TBT) pada produk pangan, insentif, alokasi kredit , dan harmonisasi
tarif bea masuk, pajak resmi dan tak resmi.
Ketahanan pangan diwujudkan oleh hasil kerja sistem ekonomi
pangan yang terdiri dari subsistem ketersediaan meliput produksi , pasca panen
dan pengolahan, subsistem distribusi dan subsistem konsumsi yang saling
berinteraksi secara berkesinambungan. Ketiga subsistem tersebut merupakan satu
kesatuan yang didukung oleh adanya berbagai input sumberdaya alam, kelembagaan,
budaya, dan teknologi. Proses ini akan hanya akan berjalan dengan efisien
oleh adanya partisipasi masyarakat dan fasilitasi pemerintah.
Partisipasi masyarakat ( petani, nelayan dll) dimulai dari
proses produksi, pengolahan, distribusi dan pemasaran serta jasa pelayanan di
bidang pangan. Fasilitasi pemerintah diimplementasikan dalam bentuk kebijakan
ekonomi makro dan mikro di bidang perdagangan, pelayanan dan pengaturan serta
intervensi untuk mendorong terciptanya kemandirian pangan. Output dari
pengembangan kemandirian pangan adalah terpenuhinya pangan, SDM berkualitas,
ketahanan pangan, ketahanan ekonomi dan ketahanan nasional.
2.4
Sub Sistem Ketahanan Pangan
Sub sistem ketahanan pangan terdiri dari tiga sub sistem
utama yaitu ketersediaan, akses, dan penyerapan pangan, sedangkan status gizi
merupakan outcome dari ketahanan pangan. Ketersediaan, akses, dan penyerapan
pangan merupakan sub sistem yang harus dipenuhi secara utuh. Salah satu
subsistem tersebut tidak dipenuhi maka suatu negara belum dapat dikatakan
mempunyai ketahanan pangan yang baik. Walaupun pangan tersedia cukup di tingkat
nasional dan regional, tetapi jika akses individu untuk memenuhi kebutuhan
pangannya tidak merata, maka ketahanan pangan masih dikatakan rapuh.
1.
Sub sistem ketersediaan (food
availability)
yaitu
ketersediaan pangan dalam jumlah yang cukup aman dan bergizi untuk semua orang
dalam suatu negara baik yang berasal dari produksi sendiri, impor, cadangan
pangan maupun bantuan pangan. Ketersediaan pangan ini harus mampu mencukupi
pangan yang didefinisikan sebagai jumlah kalori yang dibutuhkan untuk kehidupan
yang aktif dan sehat.
2.
Akses pangan (food access)
yaitu
kemampuan semua rumah tangga dan individu dengan sumberdaya yang dimilikinya
untuk memperoleh pangan yang cukup untuk kebutuhan gizinya yang dapat diperoleh
dari produksi pangannya sendiri, pembelian ataupun melalui bantuan pangan.
Akses rumah tangga dan individu terdiri dari akses ekonomi, fisik dan sosial.
Akses ekonomi tergantung pada pendapatan, kesempatan kerja dan harga. Akses
fisik menyangkut tingkat isolasi daerah (sarana dan prasarana distribusi),
sedangkan akses sosial menyangkut tentang preferensi pangan.
3.
Penyerapan pangan (food utilization)
yaitu
penggunaan pangan untuk kebutuhan hidup sehat yang meliputi kebutuhan energi
dan gizi, air dan kesehatan lingkungan. Efektifitas dari penyerapan pangan
tergantung pada pengetahuan rumahtangga/individu, sanitasi dan ketersediaan
air, fasilitas dan layanan kesehatan, serta penyuluhan gisi dan pemeliharaan
balita. (Riely et.al , 1999).
Sistem ketahanan pangan di Indonesia secara komprehensif
meliputi empat sub-sistem, yaitu: (i) ketersediaan pangan dalam jumlah dan
jenis yang cukup untuk seluruh penduduk, (ii) distribusi pangan yang lancar dan
merata, (iii) konsumsi pangan setiap individu yang memenuhi kecukupan gizi
seimbang, yang berdampak pada (iv) status gizi masyarakat. Dengan demikian,
sistem ketahanan pangan dan gizi tidak hanya menyangkut soal produksi,
distribusi, dan penyediaan pangan ditingkat makro (nasional dan regional),
tetapi juga menyangkut aspek mikro, yaitu akses pangan di tingkat rumah tangga
dan individu serta status gizi anggota rumah tangga, terutama anak dan ibu
hamil dari rumah tangga miskin. Meskipun secara konseptual pengertian ketahanan
pangan meliputi aspek mikro, namun dalam pelaksanaan sehari-hari masih sering
ditekankan pada aspek makro yaitu ketersediaan pangan. Agar aspek mikro tidak
terabaikan, maka dalam dokumen ini digunakan istilah ketahanan pangan dan gizi
2.5
Aspek-aspek tentang permasalahan dan tantangan yang dihadapi oleh pemerintah
dalam mencapai ketahanan pangan
a. Aspek Ketersediaan Pangan
Dalam aspek ketersediaan pangan, masalah pokok adalah
semakin terbatas dan menurunnya kapasitas produksi dan daya saing pangan
nasional. Hal ini disebabkan oleh faktor faktor teknis dan sosial -
ekonomi;
1)
Teknis
a. Berkurangnya areal
lahan pertanian karena derasnya alih lahan pertanian ke non pertanian seperti
industri dan perumahan (laju 1%/tahun).
b. Produktifitas
pertanian yang relatif rendah dan tidak meningkat.
c. Teknologi produksi
yang belum efektif dan efisien.
d. Infrastruktur
pertanian (irigasi) yang tidak bertambah selama krisis dan kemampuannya semakin
menurun.
e. Masih tingginya
proporsi kehilangan hasil pada penanganan pasca panen (10-15%).
f. Kegagalan produksi
karena faktor iklim seperti El-Nino yang berdampak pada musim kering yang
panjang di wilayah Indonesia dan banjir .
2)
Sosial- ekonomi
a. Penyediaan sarana
produksi yang belum sepenuhnya terjamin oleh pemerintah.
b. Sulitnya mencapai
tingkat efisiensi yang tinggi dalam produksi pangan karena besarnya jumlah
petani (21 juta rumah tangga petani) dengan lahan produksi yang semakin sempit
dan terfragmentasi (laju 0,5%/tahun).
c. Tidak adanya jaminan
dan pengaturan harga produk pangan yang wajar dari pemerintah kecuali beras.
d. Tata niaga produk
pangan yang belum pro petani termasuk kebijakan tarif impor yang melindungi
kepentingan petani.
e. Terbatasnya
devisa untuk impor pangan sebagai alternatif terakhir bagi penyediaan pangan.
b. Aspek Distribusi Pangan
1)
Teknis
a) Belum memadainya infrastruktur,
prasarana distribusi darat dan antar pulau yang dapat menjangkau seluruh
wilayah konsumen.
b) Belum merata dan memadainya
infrastruktur pengumpulan, penyimpanan dan distribusi pangan , kecuali beras.
c) Sistem distribusi pangan yang belum
efisien.
d) Bervariasinya kemampuan produksi
pangan antar wilayah dan antar musim menuntut kecermatan dalam mengelola sistem
distribusi pangan agar pangan tersedia sepanjang waktu diseluruh wilayah
konsumen.
2)
Sosial-ekonomi
a) Belum berperannya kelembagaan
pemasaran hasil pangan secara baik dalam menyangga kestabilan distribusi dan
harga pangan.
b) Masalah keamanan jalur distribusi
dan pungutan resmi pemerintah pusat dan daerah serta berbagai pungutan lainnya
sepanjang jalur distribusi dan pemasaran telah menghasilkan biaya distribusi
yang mahal dan meningkatkan harga produk pangan.
c.
Aspek Konsumsi Pangan
1)
Teknis
a) Belum berkembangnya teknologi dan
industri pangan berbasis sumber daya pangan local.
b) Belum berkembangnya produk pangan
alternatif berbasis sumber daya pangan lokal.
2)
Sosial-ekonomi
a) Tingginya konsumsi
beras per kapita per tahun (tertinggi di dunia > 100 kg, Thailand 60 kg,
Jepang 50 kg).
b) Kendala budaya dan
kebiasaan makan pada sebagian daerah dan etnis sehingga tidak mendukung
terciptanya pola konsumsi pangan dan gizi seimbang serta pemerataan konsumsi pangan
yang bergizi bagi anggota rumah tangga.
c) Rendahnya kesadaran
masyarakat, konsumen maupun produsen atas perlunya pangan yang sehat dan aman.
d) Ketidakmampuan bagi
penduduk miskin untuk mencukupi pangan dalam jumlah yang memadai sehingga aspek
gizi dan keamanan pangan belum menjadi perhatian utama.
d. Aspek Pemberdayaan Masyarakat
1) Keterbatasan prasarana dan belum
adanya mekanisme kerja yang efektif di masyarakat dalam merespon adanya
kerawanan pangan, terutama dalam penyaluran pangan kepada masyarakat yang
membutuhkan.
2) Keterbatasan keterampilan dan akses
masyarakat miskin terhadap sumber daya usaha seperti permodalan,
teknologi, informasi pasar dan sarana pemasaran meyebabkan mereka kesulitan
untuk memasuki lapangan kerja dan menumbuhkan usaha.
3) Kurang efektifnya program
pemberdayaan masyarkat yang selama ini bersifat top-down karena tidak
memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan kemampuan masyarakat yang bersangkutan.
4) Belum berkembangnya sistem
pemantauan kewaspadaan pangan dan gizi secara dini dan akurat dalam mendeteksi
kerawanan panagan dan gizi pada tingkat masyarakat.
e.
Aspek Manajemen
Keberhasilan pembangunan ketahanan dan kemandirian pangan
dipengaruhi oleh efektifitas penyelenggaraan fungsi-fungsi manajemen
pembangunan yang meliputi aspek perencanan, pelaksanaan, pengawasan dan
pengendalian serta koordinasi berbagai kebijakan dan program. Masalah yang
dihadapi dalam aspek manajemen adalah:
1)
Terbatasnya
ketersediaan data yang akurat, konsisten , dipercaya dan mudah diakses yang
diperlukan untuk perencanaan pengembangan kemandirian dan ketahanan pangan.
2)
Belum
adanya jaminan perlindungan bagi pelaku usaha dan konsumen kecil di bidang
pangan.
3)
Lemahnya
koordinasi dan masih adanya iklim egosentris dalam lingkup instansi dan antar
instansi, subsektor, sektor, lembaga pemerintah dan non pemerintah, pusat dan
daerah dan antar daerah.
2.6
Program dalam Upaya Ketahanan Pangan
Dengan memperhatikan pedoman dan ketentuan hukum, serta
tujuan dan strategi untuk mewujudkan ketahanan pangan, maka kebijakan dan
program yang akan ditempuh dikelompokkan dalam:
a)
Program jangka pendek (sampai dengan
5 tahun)
Program jangka pendek ditujukan untuk peningkatan kapasitas
produksi pangan nasional dengan menggunakan sumberdaya yang telah ada dan
teknologi yang telah teruji. Komponen utama program ini adalah:
1.
Ekstensifikasi atau perluasan lahan
pertanian (140.000 Ha/tahun)
Ekstensifikasi lahan pertanian ditujukan untuk
memperluas lahan produksi pertanian, sehingga produksi pangan secara nasional
yang sekarang dapat ditingkatkan. Ekstensifikasi dilakukan terutama untuk
kedelai, gula dan garam karena rasio impor terhadap produksi besar (30-70%).
Lahan yang diperluas diperuntukkan bagi petani miskin dan tunakisma (< 0.1
Ha), tetapi memiliki keahlian/pengalaman bertani. Lahan kering yang potensial
seluas 31 juta Ha dapat dimanfaatkan menjadi lahan usahatani.
2.
Intensifikasi
Program ini diarahkan untuk peningkatan
produksi melalui peningkatan produktifitas pertanian. Intensifikasi ditujukan
pada lahan-lahan pertanian subur dan produktif yang sudah merupakan daerah
lumbung pangan seperti Kerawang, Subang dan daerah pantura lainya di Jawa
Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan propinsi lainnya.
3.
Diversifikasi
Kegiatan diversifikasi ditujukan untuk
meningkatkan produksi pangan pokok alternatif selain beras, penurunan konsumsi
beras dan peningkatan konsumsi pangan pokok alternatif yang berimbang dan
bergizi serta berbasis pada pangan lokal. Diversifikasi dilakukan dengan
mempercepat implementasi teknologi pasca panen dan pengolahan pangan lokal yang
telah diteliti ke dalam industri.
4.
Revitalisasi Industri Pasca
Panen dan Pengolahan Pangan
Revitalisasi/restrukturisasi industri pasca panen dan
pengolahan pangan diarahkan pada 1) penekanan kehilangan hasil dan penurunan
mutu karena teknologi penanganan pasca panen yang kurang baik, 2) pencegahan
bahan baku dari kerusakan dan 3) pengolahan bahan baku menjadi bahan setengah
jadi dan produk pangan.
5.
Revitalisasi dan Restrukturisasi
Kelembagaan Pangan
Keberadaan, peran dan fungsi lembaga pangan seperti kelompok
tani, UKM, Koperasi perlu direvitalisasi dan restrukturisasi untuk mendukung
pembangunan kemandirian pangan. Kemitraan antara lembaga perlu didorong
untuk tumbuhnya usaha dalam bidang pangan. Koordinator kegiatan ini
adalah Meneg Koperasi dan UKM dan Deptan dibantu oleh Depperindag. Alokasi
dana untuk kegiatan ini berupa koordinasi antar departemen dan instansi untuk
melahirkan kebijakan baru untuk kelembagaan pangan. Kebutuhan dana dibebankan
pada anggaran masing-masing departemen.
6.
Kebijakan Makro
Kebijakan dalam bidang pangan perlu ditelaah dan dikaji
kembali khususnya yang mendorong tercapainya ketahanan pangan dalam waktu 1-5
tahun. Beberapa hal yang perlu dikaji seperti pajak produk pangan,
retribusi, tarif bea masuk, iklim investasi, dan penggunaan produksi dalam
negeri serta kredit usaha.
b)
Program jangka menengah (5-10
tahun)
Program jangka menengah ditujukan pada pemantapan
pembangunan ketahanan pangan yang lebih efisien dan efektip dan berdaya saing
tinggi. Beberapa program yang relevan untuk dilakukan adalah:
1. Perbaikan undang-undang tanah
pertanian termasuk didalamnya pengaturan luasan lahan pertanian yang dimiliki
petani, pemilikan lahan pertanian oleh bukan petani. Sistem bawon atau
pembagian keuntungan pemilik dan penggarap, dsb.
2. Modernisasi pertanian dengan lebih
mendekatkan pada pada peningkatan efisiensi dan produktivitas lahan pertanian,
penggunaan bibit unggul, alat dan mesin pertanian dan pengendalian hama terpadu
dan pasca panen dan pengolahan pangan.
3. Pengembangan jaringan dan sistem informasi
antar instansi, lembaga yang terkait dalam bidang pangan serta pola kemitraan
bisnis pangan yang berkeadilan.
4. Pengembangan prasarana dan sarana
jalan di pertanian agar aktivitas kegiatan pertanian lebih dinamis.
c)
Program jangka panjang (> 10
tahun)
1.
Konsolidasi lahan agar lahan
pertanian dapat dikelola lebih efisien dan efektip, karena masuknya peralatan
dan mesin dan menggiatkan aktivitas ekonomi dan pedesaan.
2.
Perluasan pemilikan lahan pertanian
oleh petani.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Istilah ketahanan pangan dalam
kebijaksanaan dunia, pertama kali digunakan pada tahun 1971 oleh PBB, tetapi
Inodonesia secara formal baru mengadopsi ketahanan pangan dalam kebijakan dan
program pada tahun 1992, yang kemudian definisi ketahanan pangan pada
undang-undang pangan no:7 ada pada tahun 1996.
Ketahanan pangan merupakan basis utama
dalam mewujudkan ketahanan ekonomi, ketahanan nasional yang
berkelanjutan. Ketahanan pangan merupakan sinergi dan interaksi utama
dari subsistem ketersediaan, distribusi dan konsumsi, dimana dalam mencapai
ketahanan pangan dapat dilakukan alternatif pilihan apakah swasembada atau
kecukupan. Dalam pencapaian swasembada perlu difokuskan pada terwujudnya
ketahanan pangan
Dalam pengembangannya, teknologi pangan diharapkan mampu
memfasilitasi program pasca panen dan pengolahan hasil pertanian, serta dapat
secara efektif mendukung kebijakan strategi ketahanan pangan.
3.2 Saran
Adapun saran yang bisa di berikan adalah sebaiknya
pemerintah lebih memperhatikan masalah ketahanan pangan yang ada di Indonesia.
Karena masih banyak masyarakat yang belum memahami bagaimana cara atau strategi
yang baik guna menjaga ketahanan pangan mereka. Dan tidak semestinya segala kebutuhan
pangan kita berasal dari import, karena hal tersebut akan mencerminkan
ketidakmandirian Negara kita.
DAFTAR PUSTAKA
Achmad
Suryana, 2001. Kebijakan Nasional Pemantapan Ketahanan Pangan. Makalah pada
Seminar Nasional Teknologi Pangan, Semarang , 9-10 Oktober 2001
Anonim,
1996. Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996 tentang
Pangan. Kantor Menteri Negara Pangan RI.
Anonim
, 2000. Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2000
tentang Program Pembangunan Nasional.
Siswono
Yudo Husodo. 2001.Kemandirian di Bidang Pangan, Kebutuhan Negara Kita.
Makalah Kunci pada Seminar Nasional Teknologi Pangan, Semarang , 9-10 Oktober
2001
Dewan
Ketahanan Pangan. 2006. kebijakan Umum Ketahanan Pangan 2006-2009. Departemen
Pertanian, Jakarta.
Nainggolan,
K. 2006. Kebijakan Ketahanan Pangan. Badan Ketahanan Pangan, Departemen
Pertanian, Jakarta.
0 komentar:
Posting Komentar